Suami Selingkuh Lagi, Tapi Belum Siap Cerai
"Aduh, Bu, suami saya ketahuan selingkuh lagi. Padahal, dua tahun lalu dia sudah berjanji tidak akan selingkuh lagi kalau saya mau menerima anaknya dari selingkuhannya yang lalu. Memang benar, setelah saya ambil anaknya, dia menceraikan selingkuhannya tersebut. Demi keutuhan rumah tangga saya dan kesadaran anaknya tidak bersalah, dengan jiwa besar dan keterbukaan hati yang tulus saya terima usulnya mengambil anaknya dari selingkuhannya dan saya besarkan bersama dua anak kandung saya.
Kedua anak kandung saya pun menerima kehadiran "adiknya" itu dengan senang hati. Nyatanya dia tidak menepati janji dan sumpah yang diutarakan sewaktu saya bersedia menerima anaknya dua tahun lalu. Ibu, apa yang harus saya lakukan? Untuk bercerai saya belum siap, tetapi menerima kenyataan ini benar-benar menyakitkan. Saya juga bertanya kepada suami saya, apa sih kekurangan saya selama ini? Apakah saya kurang melayani kebutuhannya? Atau dia menginginkan hal lain dari apa yang dia peroleh dari saya? Jawabnya selalu, "Enggak, kamu enggak kurang apa-apa, sudah sempurna, ini sih saya saja yang tidak baik."
Kalau memang saya tidak kurang suatu apa pun, kok tega sekali dia berkhianat lagi. Padahal, saya kerja untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga, rumah pun selalu saya usahakan bersih dan rapi. Kecuali itu, dalam masalah seksual pun saya selalu siap, selelah apa pun kondisi saya. Sebetulnya, apa sih maunya laki-laki suami itu, Bu?" Demikian N (40), karyawati PNS, dengan air mata berlinang.
Kasus seperti ini hanyalah salah satu contoh dari banyak kasus perselingkuhan ganda/ beruntun dalam rumah tangga. Tentu saja kejadian seperti apa yang dialami N sangat memukul perasaan N dan bisa dipahami bila kejadian tersebut membuat dirinya bingung tujuh keliling, apa lagi yang harus dilakukan demi keutuhan rumah tangganya. Untuk terus-menerus diduakan pun, N merasa tidak sanggup. N tidak ingin kehidupannya dilanda kecurigaan, kecemburuan berlanjut.
Kesetiaan dan komitmen
Kehidupan rumah tangga baruakan mulus dan langgeng bila di antara pasangan yang menjalin kehidupan perkawinan bertekad saling setia satu sama lain dan mempunyai komitmen tinggi terhadap perkawinannya. Kesetiaan dan komitmenlah yang menjaga kepercayaan dan keterpercayaan satu sama lain yang melandasi relasi cinta kasih antara keduanya.
Kesetiaan, komitmen, kepercayaan-keterpercayaan (basic trust), dan cinta kasih merupakan empat faktor penting yang menjadi tonggak keutuhan rumah tangga secara fisik dan mental. Perselingkuhan, apakah itu dilakukan suami atau istri, akan langsung meruntuhkan keempat tonggak kehidupan rumah tangga. Kehancuran esensi kehidupan rumah tangga pun akan bertahap terjadi, apa pun yang diupayakan oleh kedua pasangan.
Pada kasus N, mengambil anak dari hasil perselingkuhan suami ternyata juga tidak menjamin terjaganya keutuhan tonggak rumah tangga. Masalahnya bukan terletak pada perannya sebagai istri yang baik atau suami yang "pernah baik" dan "menjadi pengkhianat lagi", tetapi terletak pada kurang terbinanya kesetiaan dan komitmen suami
Ny N terhadap perkawinan sehingga basic trust dan cinta kasih pun meluntur.
Luka batin tersebut tanpa disadari akan selalu mewarnai setiap perilaku dan ungkapan verbal Ny N, terutama dalam relasinya dengan suami. Tanpa disadari, kenyinyiran, sindiran, dan kegamangan akan kepercayaan terhadap kesetiaan suami akan sesekali, bahkan mungkin saja secara berlanjut, muncul sehingga dapat dipastikan suaminya akan merasa tidak pernah nyaman bila berada di rumah.
Suami Ny N merasa terus-menerus terteror oleh ungkapan negatif yang kurang disadari Ny N. Sementara itu, teror berlanjut yang dirasakan suami Ny N tanpa disadari pasti mengikis cinta kasih suami terhadap Ny N. Jadi, walaupun peningkatan pelayanan Ny N secara fisik benar-benar diupayakan, seperti kesediaannya mengasuh anak suami dari selingkuhan terdahulu, menata rumah, meningkatkan pelayanan seksual sekalipun, ternyata tidak menyebabkan kenyamanan relasi di antara suami-istri kembali terbina seperti semula. Ketidaknyamanan berlanjut ini bisa saja menjadi salah satu pemicu utama perselingkuhan suaminya untuk kedua, ketiga, dan selanjutnya.
Apabila uraian di atas disimpulkan, kita akan memahami pepatah lama yang mengungkap "sekali lancung ke ujian seumur hidup tak terpercaya" benar-benar teruji kebenarannya.Untuk itu, berpikirlah dua-tiga kali untuk melanjutkan hubungan dengan lawan jenis setelah menikah bila hubungan tersebut mengarah pada keadaan nyarisselingkuh.
"Aduh, Bu, suami saya ketahuan selingkuh lagi. Padahal, dua tahun lalu dia sudah berjanji tidak akan selingkuh lagi kalau saya mau menerima anaknya dari selingkuhannya yang lalu. Memang benar, setelah saya ambil anaknya, dia menceraikan selingkuhannya tersebut. Demi keutuhan rumah tangga saya dan kesadaran anaknya tidak bersalah, dengan jiwa besar dan keterbukaan hati yang tulus saya terima usulnya mengambil anaknya dari selingkuhannya dan saya besarkan bersama dua anak kandung saya.
Kedua anak kandung saya pun menerima kehadiran "adiknya" itu dengan senang hati. Nyatanya dia tidak menepati janji dan sumpah yang diutarakan sewaktu saya bersedia menerima anaknya dua tahun lalu. Ibu, apa yang harus saya lakukan? Untuk bercerai saya belum siap, tetapi menerima kenyataan ini benar-benar menyakitkan. Saya juga bertanya kepada suami saya, apa sih kekurangan saya selama ini? Apakah saya kurang melayani kebutuhannya? Atau dia menginginkan hal lain dari apa yang dia peroleh dari saya? Jawabnya selalu, "Enggak, kamu enggak kurang apa-apa, sudah sempurna, ini sih saya saja yang tidak baik."
Kalau memang saya tidak kurang suatu apa pun, kok tega sekali dia berkhianat lagi. Padahal, saya kerja untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga, rumah pun selalu saya usahakan bersih dan rapi. Kecuali itu, dalam masalah seksual pun saya selalu siap, selelah apa pun kondisi saya. Sebetulnya, apa sih maunya laki-laki suami itu, Bu?" Demikian N (40), karyawati PNS, dengan air mata berlinang.
Kasus seperti ini hanyalah salah satu contoh dari banyak kasus perselingkuhan ganda/ beruntun dalam rumah tangga. Tentu saja kejadian seperti apa yang dialami N sangat memukul perasaan N dan bisa dipahami bila kejadian tersebut membuat dirinya bingung tujuh keliling, apa lagi yang harus dilakukan demi keutuhan rumah tangganya. Untuk terus-menerus diduakan pun, N merasa tidak sanggup. N tidak ingin kehidupannya dilanda kecurigaan, kecemburuan berlanjut.
Kesetiaan dan komitmen
Kehidupan rumah tangga baruakan mulus dan langgeng bila di antara pasangan yang menjalin kehidupan perkawinan bertekad saling setia satu sama lain dan mempunyai komitmen tinggi terhadap perkawinannya. Kesetiaan dan komitmenlah yang menjaga kepercayaan dan keterpercayaan satu sama lain yang melandasi relasi cinta kasih antara keduanya.
Kesetiaan, komitmen, kepercayaan-keterpercayaan (basic trust), dan cinta kasih merupakan empat faktor penting yang menjadi tonggak keutuhan rumah tangga secara fisik dan mental. Perselingkuhan, apakah itu dilakukan suami atau istri, akan langsung meruntuhkan keempat tonggak kehidupan rumah tangga. Kehancuran esensi kehidupan rumah tangga pun akan bertahap terjadi, apa pun yang diupayakan oleh kedua pasangan.
Pada kasus N, mengambil anak dari hasil perselingkuhan suami ternyata juga tidak menjamin terjaganya keutuhan tonggak rumah tangga. Masalahnya bukan terletak pada perannya sebagai istri yang baik atau suami yang "pernah baik" dan "menjadi pengkhianat lagi", tetapi terletak pada kurang terbinanya kesetiaan dan komitmen suami
Ny N terhadap perkawinan sehingga basic trust dan cinta kasih pun meluntur.
Mengapa basic trust meluntur?
Pengalaman Ny N dikhianati suami melukai batin secara mendalam dan tidak akan dapat tersembuhkan sampai akhir zaman pada sisi Ny N. Kiranya perlu juga disimak, melunturnya basic trust juga mengikis cinta kasih yang sebelumnya terbina.Luka batin tersebut tanpa disadari akan selalu mewarnai setiap perilaku dan ungkapan verbal Ny N, terutama dalam relasinya dengan suami. Tanpa disadari, kenyinyiran, sindiran, dan kegamangan akan kepercayaan terhadap kesetiaan suami akan sesekali, bahkan mungkin saja secara berlanjut, muncul sehingga dapat dipastikan suaminya akan merasa tidak pernah nyaman bila berada di rumah.
Suami Ny N merasa terus-menerus terteror oleh ungkapan negatif yang kurang disadari Ny N. Sementara itu, teror berlanjut yang dirasakan suami Ny N tanpa disadari pasti mengikis cinta kasih suami terhadap Ny N. Jadi, walaupun peningkatan pelayanan Ny N secara fisik benar-benar diupayakan, seperti kesediaannya mengasuh anak suami dari selingkuhan terdahulu, menata rumah, meningkatkan pelayanan seksual sekalipun, ternyata tidak menyebabkan kenyamanan relasi di antara suami-istri kembali terbina seperti semula. Ketidaknyamanan berlanjut ini bisa saja menjadi salah satu pemicu utama perselingkuhan suaminya untuk kedua, ketiga, dan selanjutnya.
Apabila uraian di atas disimpulkan, kita akan memahami pepatah lama yang mengungkap "sekali lancung ke ujian seumur hidup tak terpercaya" benar-benar teruji kebenarannya.Untuk itu, berpikirlah dua-tiga kali untuk melanjutkan hubungan dengan lawan jenis setelah menikah bila hubungan tersebut mengarah pada keadaan nyarisselingkuh.
Post A Comment:
0 comments: