Selama ini kita menggunakan bahan bangunan dari batu bata, namun startup Mycotech punya ide unik yaitu membuat bahan bangunan dari bahan dasar jamur. Startup yang berasal dari kota Bandung ini menyatakan bahwa ide mereka terinspirasi dari makanan tempe.
“Kami mendapat inspirasi dari tempe sebenarnya. Tempe pada dasarnya jamur miselium yang terikat dengan kacang kedelai,” jelas co-founder Mycotech Ronaldiaz Hartantyo, mengutip Channel News Asia (Senin, 26/2).
Proses mengubah jamur menjadi produk sejenis batu bata tersebut sangat tergantung pada kekuatan akar, dalam proses intensif yang memakan waktu sekitar satu bulan. Pertama, serbuk gergaji dicampur dengan berbagai nutrisi lainnya untuk menciptakan tempat berkembang biak yang optimal bagi jamur.
Serbuk tersebut kemudian dimasukkan ke kantong plastik bersamaan dengan spora jamur. Kantong-kantong plastik tersebut disegel rapat dan disimpan di ruangan yang sejuk dan gelap, sehingga spora bisa berkecambah.
Spora ini pada akhirnya akan tumbuh menjadi jamur. Jamur tersebut segera disingkirkan sebelum tumbuh sehingga yang tersisa adalah bantalan-bantalan padat berbentuk persegi seperti batu bata. “Itu batu bata hidup,” jelas Ronaldiaz.
Setelah kantong berisi akar jamur yang baru terbentuk dipanen, isinya kemudian dihancurkan, sebelum dimasukkan ke dalam oven dan akhirnya ditekan panas menjadi bentuk genteng atau batu bata.
Mycotech didirikan pada tahun 2015 dengan tujuan bereksperimen dengan bahan-bahan tak terduga untuk menciptakan produk yang kreatif dan inovatif. “Sebagian besar pendiri kami adalah arsitek, dan kami mencoba membuat materi yang lebih berkelanjutan, tahan lama, dan terjangkau,” jelas Ronaldiaz.
Mycotech juga telah mencoba menciptakan bahan-bahan yang dapat digunakan dari berbagai jenis limbah pertanian, mulai dari tanaman kelapa sawit hingga tebu dan kerang laut. Tujuannya adalah untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan.
“Kami mendapat inspirasi dari tempe sebenarnya. Tempe pada dasarnya jamur miselium yang terikat dengan kacang kedelai,” jelas co-founder Mycotech Ronaldiaz Hartantyo, mengutip Channel News Asia (Senin, 26/2).
Proses mengubah jamur menjadi produk sejenis batu bata tersebut sangat tergantung pada kekuatan akar, dalam proses intensif yang memakan waktu sekitar satu bulan. Pertama, serbuk gergaji dicampur dengan berbagai nutrisi lainnya untuk menciptakan tempat berkembang biak yang optimal bagi jamur.
Serbuk tersebut kemudian dimasukkan ke kantong plastik bersamaan dengan spora jamur. Kantong-kantong plastik tersebut disegel rapat dan disimpan di ruangan yang sejuk dan gelap, sehingga spora bisa berkecambah.
Spora ini pada akhirnya akan tumbuh menjadi jamur. Jamur tersebut segera disingkirkan sebelum tumbuh sehingga yang tersisa adalah bantalan-bantalan padat berbentuk persegi seperti batu bata. “Itu batu bata hidup,” jelas Ronaldiaz.
Setelah kantong berisi akar jamur yang baru terbentuk dipanen, isinya kemudian dihancurkan, sebelum dimasukkan ke dalam oven dan akhirnya ditekan panas menjadi bentuk genteng atau batu bata.
Mycotech didirikan pada tahun 2015 dengan tujuan bereksperimen dengan bahan-bahan tak terduga untuk menciptakan produk yang kreatif dan inovatif. “Sebagian besar pendiri kami adalah arsitek, dan kami mencoba membuat materi yang lebih berkelanjutan, tahan lama, dan terjangkau,” jelas Ronaldiaz.
Mycotech juga telah mencoba menciptakan bahan-bahan yang dapat digunakan dari berbagai jenis limbah pertanian, mulai dari tanaman kelapa sawit hingga tebu dan kerang laut. Tujuannya adalah untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan.
Post A Comment:
0 comments: