Dalam proses tumbuh kembangnya, ada banyak sekali jenis gangguan yang mengintai si kecil. Seperti sindrom Angelman misalnya. Sindrom ini adalah kelainan genetik kompleks nan langka yang menyerang sistem saraf, sehingga mengakibatkan keterlambatan proses tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun intelektual.
Sayangnya, gejala sindrom Angelman tidak dapat
dilihat ketika bayi lahir. Gejala biasanya baru terlihat saat anak mengalami
keterlambatan tumbuh kembang di usia sekitar 6-12 bulan, seperti belum bisa
duduk sendiri tanpa dibantu atau belum bisa berceloteh. Gejala dapat lebih
jelas terlihat saat usia anak sudah mendekati 2 tahun, yang ditunjukkan dengan
ukuran kepala yang lebih kecil (mikrosefalus) dan terjadinya kejang.
Selain itu, beberapa gejala lainnya yang dapat
ditunjukkan sindrom Angelman adalah:
- Gangguan keseimbangan dan
koordinasi (ataksia).
- Lengan mudah gemetar atau
bergerak-gerak.
- Suka menjulurkan lidah.
- Tungkai lebih kaku dari
biasanya.
- Mata juling (strabismus).
- Kulit berwarna pucat.
- Rambut dan mata berwarna
lebih terang.
- Skoliosis.
- Kesulitan mengunyah dan
menelan makanan.
Selain gejala fisik tersebut, anak-anak yang
mengidap sindrom Angelman ini umumnya menunjukkan sikap yang ceria, mudah dan
sering tersenyum atau tertawa, hiperaktif, perhatiannya mudah teralihkan, serta
mengalami gangguan tidur. Seiring pertambahan usia, keceriaan serta gangguan
tidur tersebut akan berkurang.
Disebabkan oleh Mutasi Genetik
Setiap orang memiliki salinan pasangan gen UBE3A
yang diturunkan dari pihak ayah (paternal) dan ibu (maternal). Pasangan gen
tersebut keduanya aktif di sebagian besar sel tubuh. Namun, pada beberapa
bagian otak tertentu, normalnya hanya satu salinan gen UBE3A yang aktif, yaitu
gen maternal. Sindrom Angelman terjadi saat salinan gen maternal UBE3A pada
kromosom 15 hilang atau rusak (mutasi). Selain itu, sindrom Angelman juga bisa
terjadi saat anak mewarisi sepasang gen UBE3A pada kromosom 15, tetapi keduanya
berasal dari gen paternal (uniparental disomy).
Kelainan genetik ini tergolong jarang terjadi dan
belum diketahui secara pasti pemicunya. Risiko seseorang mengidap kelainan ini
lebih besar jika memiliki kerabat dengan kelainan serupa, meski pada banyak
kasus sindrom Angelman ditemukan pengidap yang tidak memiliki kerabat dengan
riwayat kelainan ini.
Dapat Ditangani dengan Memberikan Terapi
Penanganan sindrom Angelman dapat dilakukan
berdasarkan kondisi dan gejala yang dialami pengidap. Meski diketahui tidak ada
obat yang dapat menyembuhkan kelainan ini, penanganan bertujuan untuk meredakan
gejala medis dan gangguan tumbuh kembang yang dialami pengidap.
Salah satu penanganan yang bisa dilakukan adalah
pemberian obat. Bagi pengidap sindrom Angelman yang mengalami gejala kejang,
dokter dapat memberi obat antiepileptik untuk mengendalikan kejang, seperti
asam valproat dan clonazepam.
Di samping pemberian obat, ada beberapa terapi yang
juga dapat dilakukan untuk membantu mengatasi gangguan tumbuh kembang yang
dialami. Beberapa terapi yang dapat disarankan, antara lain:
- Terapi kegiatan, untuk
membantu pengidap dalam melakukan kegiatan, seperti berenang, berkuda,
atau bermain musik.
- Terapi tingkah laku, untuk
mengatasi gangguan tingkah laku, seperti hiperaktif atau perhatian yang
mudah teralihkan.
- Terapi komunikasi, untuk
mengembangkan kemampuan nonverbal dan bahasa isyarat.
- Fisioterapi, untuk membantu
postur, keseimbangan, dan kemampuan berjalan, serta untuk mencegah
kontraktur (kondisi kaku).
Jika pengidap sindrom Angelman mengalami skoliosis,
dapat diberikan penyangga atau dilakukan operasi tulang belakang agar tidak
semakin bengkok. Penambahan alat penyangga juga bisa dilakukan pada tungkai
bagian bawah atau pergelangan kaki, guna membantu pengidap yang mengalami
kesulitan berjalan agar dapat berjalan sendiri.
Post A Comment:
0 comments: