Ini Dia Bahaya Kesalahan Penggunaan Antibiotik - Bagi sebagian masyarakat, antibiotik masih dianggap sebagai obat ‘Dewa’ yang mampu mengobati berbagai keluhan. Kebiasaan menggunakan antibiotik untuk mengatasi keluhan terhadap beragam penyakit masih kerap dilakukan tanpa resep dokter. Padahal, penggunaan antibiotik yang terlalu sering justru berakibat fatal.
Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan sebanyak 35.6 persen rumah tangga di Indonesia memiliki kebiasaan menyimpan obat. Di antara jumlah tersebut, 85.6 persennya merupakan obat antibiotik.
Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, dr. Hari Paraton SpOG(K), mengatakan bahwa konsumsi antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri maupun obat. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang.
“Antibiotik hanya diberikan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri,” ungkapnya dalam acara Simposium Nasional bertajuk “More Protection, Less Antimicrobial” yang digelar di Balai Kartini Selasa (27/2 2018) lalu.
Pasien juga harus kritis
Menyoal antibiotik yang diresepkan oleh dokter, dr. Hari juga berpesan kepada para pasien agar lebih kritis dalam menerima resep dari dokter. “Bertanyalah mengapa antibiotik diberikan, dosis yang dikonsumsi, serta lama pengobatannya,” tambah dr. Hari.
Keaktifan pasien sangat diperlukan karena pasien berhak mengetahui apakah indikasi penyakit yang dideritanya memang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Hal ini disampaikannya karena di berbagai daerah masih terdapat tenaga medis yang lebih memilih untuk memberikan antibiotik kepada pasien, daripada melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut. Pemahaman ini salah dan berbahaya.
Tak hanya itu, dr. Hari juga menambahkan bahwa beberapa jenis infeksi bakteri nyatanya bisa sembuh dengan sendirinya, seperti radang tenggorokan, diare, batuk, pilek dan demam. Jadi, tidak semua penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri perlu mendapatkan penanganan antibiotik.
Bahaya yang mengintai
Menurut dr. Hari, jika pasien terlanjur salah mengonsumsi antibiotik, tubuh bisa menjadi kebal atau resisten terhadap bakteri. Dengan demikian, bakteri di tubuh pun akan semakin kebal dalam melawan antibiotik yang masuk.
Kasus resistensi antibiotik tak hanya terjadi di Indonesia. Banyak kasus serupa juga terjadi di negara-negara lain. Jika tidak ditekan dengan segera, maka dapat diprediksikan pada 2050 akan terdapat 10 juta kematian akibat resistensi antibiotik.
Selain itu, konsumsi antibiotik secara bebas untuk penyakit yang tidak disebabkan oleh bakteri juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sebab, konsumsi antibiotik bebas dapat menganggu bakteri baik pada usus.
“Kalau sedikit-sedikit minum antibiotik bebas, maka flora (bakteri) baik di dalam usus akan mati dan kekebalan tubuh pun menurun. Orang tersebut menjadi mudah terjangkit penyakit,” jelas dr. Hari.
Selain itu, Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt, yang merupakan Direktur pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mengendalikan konsumsi antibiotik di masyarakat, ia mengimbau agar masyarakat tak membeli antibiotik sendiri.
Dengan kata lain, Anda boleh menggunakan antibiotik, dengan catatan, tidak digunakan selain untuk infeksi bakteri
Bagaimana mengontrol konsumsi antibiotik?
Resistensi obat antibiotik telah merenggut nyawa 700.000 penduduk dunia setiap tahunnya. Hal tersebut disampaikan oleh Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.SiDirektur Pelayanan Kefarmasian, Kementian kesehatan RI.
Agar terhindar dari resistensi, menurut Dettie, setiap akan membeli antibiotik, Anda harus mengingat jargon 5T, yakni tidak membeli antibiotik sendiri, tidak mengunakannya untuk penyakit selain infeksi bakteri. Selain itu, Anda juga diimbau untuk tidak menyimpan antibiotik di rumah.
Jadi, kini Anda sudah mengetahui bahaya yang mengancam di depan mata saat mengonsumsi antibiotik secara sembarangan. Agar tidak mengalami kondisi yang membahayakan kesehatan, sebaiknya ikutilah kiat-kiat di atas.
[RVS]
Sumber Google
Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan sebanyak 35.6 persen rumah tangga di Indonesia memiliki kebiasaan menyimpan obat. Di antara jumlah tersebut, 85.6 persennya merupakan obat antibiotik.
Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, dr. Hari Paraton SpOG(K), mengatakan bahwa konsumsi antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri maupun obat. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang.
“Antibiotik hanya diberikan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri,” ungkapnya dalam acara Simposium Nasional bertajuk “More Protection, Less Antimicrobial” yang digelar di Balai Kartini Selasa (27/2 2018) lalu.
Pasien juga harus kritis
Menyoal antibiotik yang diresepkan oleh dokter, dr. Hari juga berpesan kepada para pasien agar lebih kritis dalam menerima resep dari dokter. “Bertanyalah mengapa antibiotik diberikan, dosis yang dikonsumsi, serta lama pengobatannya,” tambah dr. Hari.
Keaktifan pasien sangat diperlukan karena pasien berhak mengetahui apakah indikasi penyakit yang dideritanya memang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Hal ini disampaikannya karena di berbagai daerah masih terdapat tenaga medis yang lebih memilih untuk memberikan antibiotik kepada pasien, daripada melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut. Pemahaman ini salah dan berbahaya.
Tak hanya itu, dr. Hari juga menambahkan bahwa beberapa jenis infeksi bakteri nyatanya bisa sembuh dengan sendirinya, seperti radang tenggorokan, diare, batuk, pilek dan demam. Jadi, tidak semua penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri perlu mendapatkan penanganan antibiotik.
Bahaya yang mengintai
Menurut dr. Hari, jika pasien terlanjur salah mengonsumsi antibiotik, tubuh bisa menjadi kebal atau resisten terhadap bakteri. Dengan demikian, bakteri di tubuh pun akan semakin kebal dalam melawan antibiotik yang masuk.
Kasus resistensi antibiotik tak hanya terjadi di Indonesia. Banyak kasus serupa juga terjadi di negara-negara lain. Jika tidak ditekan dengan segera, maka dapat diprediksikan pada 2050 akan terdapat 10 juta kematian akibat resistensi antibiotik.
Selain itu, konsumsi antibiotik secara bebas untuk penyakit yang tidak disebabkan oleh bakteri juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sebab, konsumsi antibiotik bebas dapat menganggu bakteri baik pada usus.
“Kalau sedikit-sedikit minum antibiotik bebas, maka flora (bakteri) baik di dalam usus akan mati dan kekebalan tubuh pun menurun. Orang tersebut menjadi mudah terjangkit penyakit,” jelas dr. Hari.
Selain itu, Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt, yang merupakan Direktur pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mengendalikan konsumsi antibiotik di masyarakat, ia mengimbau agar masyarakat tak membeli antibiotik sendiri.
Dengan kata lain, Anda boleh menggunakan antibiotik, dengan catatan, tidak digunakan selain untuk infeksi bakteri
Bagaimana mengontrol konsumsi antibiotik?
Resistensi obat antibiotik telah merenggut nyawa 700.000 penduduk dunia setiap tahunnya. Hal tersebut disampaikan oleh Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.SiDirektur Pelayanan Kefarmasian, Kementian kesehatan RI.
Agar terhindar dari resistensi, menurut Dettie, setiap akan membeli antibiotik, Anda harus mengingat jargon 5T, yakni tidak membeli antibiotik sendiri, tidak mengunakannya untuk penyakit selain infeksi bakteri. Selain itu, Anda juga diimbau untuk tidak menyimpan antibiotik di rumah.
Jadi, kini Anda sudah mengetahui bahaya yang mengancam di depan mata saat mengonsumsi antibiotik secara sembarangan. Agar tidak mengalami kondisi yang membahayakan kesehatan, sebaiknya ikutilah kiat-kiat di atas.
[RVS]
Sumber Google
Post A Comment:
0 comments: