PENGERTIAN HIPERTENSI
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee On Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer atau esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges, 2000).
Tingginya tekanan sistolik berhubungan dengan besarnya curah jantung, sedangkan tingginya tekanan diastolok berhubungan dengan beratnya resistensi perifer. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kenaikan tekanan darah antara lain adalah faktor keturunan, berat badan, konsumsi makanan, aktivitas tubuh dan lain- lain (Budiman, 1999).
Menurut D.G Beevers (2002), hipertensi dapat ditetapkan sebagai tingginya tekanan darah secara menetap dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi ditetapkan sebagai tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Berdasarkan tingkat tekanan darah menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC – VII, Mei 2003)
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Diastolik (mmHg)
|
Normal
Prehypertension
Stage I, hypertension
Stage II, hypertension
|
< 120
120 - 139
140 – 159
> 160
|
< 80
80 – 89
90 – 99
> 100
|
PENYEBAB HIPERTENSI
Penyebab hipertensi sekitar 90% tidak diketahui (hipertensi essensial) dan bisa timbul antara usia 20 – 50 tahun. Hipertensi essensial dini diketahui oleh adanya curah jantung yang meningkat, kemudian menetap dan peningkatan tekanan perifer. Salah satu sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah adalah Renin Angiostensin Aldosterin. Renin dihasilkan oleh ginjal yang akan mengubah angiotensin hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I dengan bantuan suatu enzim, angiotensin Converting Enzim (ACE) akan diubah menjadi Angiotensin II, yang mempengaruhi otak sehingga merangsang sistem saraf simpatis. Angiotensin II juga menyebabkan retensi garam natrium dan merangsang sekresi aldosteron, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah (Budiman, 1999).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi essensial (hipertensi primer) yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi Renal. Hipertensi essensial meliputi ±90% dari seluruh penderita hipertensi, dan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder (Soeparman, 2001).
Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer antara lain: seperti genetik, lingkungan, defek dalam ekresi natrium, dan faktor- faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Untuk hipertensi sekunder, penyebab dapat berupa: akibat obat/faktor eksogen, dihubungkan dengan kelainan ginjal, endokrin, aortitis, kehamilan, kelainan syaraf, pembedahan (Soeparman, 2001).
Menurut Prodjosudjadi Kaplan (2000) penelitian menunjukkan bahwa faktor yang bertanggung jawab terhadap mekanisme terjadinya hipertensi bukanlah faktor tunggal. Pada beberapa individu, hipertensi dapat terjadi dengan adanya satu faktor lingkungan ditambah faktor predisposisi genetik, sedangkan pada individu yang lain membutuhkan akumulasi dari pengaruh beberapa faktor lingkungan untuk menjadi hipertensi.
Terdapat kecenderungan peningkatan proporsi hipertensi seiiring bertambahnya usia. Tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat dengan meningkatnya usia. Pada 70 – 80 % kasus hipertensi didapatkan riwayat keluarganya, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosa hipertensi essensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tuanya, maka dugaan hipertensi essensial lebih besar (Ganong, 1992).
GEJALA DAN KOMPLIKASI HIPERTENSI
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala, dengan demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, maka otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan bersin (Mansjoer, 2002).
Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi. Pada penelitian Gani dkk di Sumatera Selatan, pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak nafas. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan laporan Harmaji dkk, yang juga mendapatkan keluhan pusing, rasa berat di tengkuk dan sukar tidur sebagai gejala yang paling sering dijumpai pada pasien hipertensi. Rasa mudah lelah dan cepat marah juga banyak dijumpai, sedang mimisan jarang ditemukan. Sugiri dkk melaporkan bahwa rasa berat ditengkuk, sakit kepala, mata berkunang-kunang dan sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai.
Gejala lain yang disebabkan komplikasi hipertensi, antara lain:
1. Hipertensi ringan dan sedang, komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai kebutaan.
2. Hipertensi berat, gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat menyebabkan kematian. Kelainan lain yang terjadi adalah proses trombo emboli dan serangan iskemia otak sementera.
3. Pada hipertensi maligna, gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan akut. (Soeparman & Waspadji, 2001).
Post A Comment:
0 comments: