Dyspraxia adalah gangguan pergerakan dan koordinasi akibat adanya kelainan pada perkembangan sistem saraf. Dyspraxia merupakan kelainan bawaan, namun tidak selalu dapat terdeteksi sejak lahir.
Dyspraxia berbeda dengan apraxia, meskipun keduanya terdengar mirip.
Dyspraxia ditandai dengan terlambatnya seorang anak mencapai satu titik
perkembangan yang seharusnya sudah dicapai oleh anak seusianya. Sedangkan apraxia akan ditandai dengan hilangnya
kemampuan tertentu yang sebelumnya sudah dimiliki atau dikuasai.
Dyspraxia dapat terjadi pada siapa saja, tetapi kondisi ini lebih banyak
diderita oleh laki-laki. Dyspraxia tidak berhubungan dengan tingkat kecerdasan,
namun dapat menurunkan kemampuan penderitanya untuk belajar. Kondisi ini juga
dapat mempengaruhi kepercayaan diri penderitanya.
Penyebab dan Faktor Risiko Dyspraxia
Sampai saat ini, penyebab dyspraxia masih belum dapat dipastikan. Namun,
diduga kondisi ini terjadi akibat gangguan perkembangan sistem saraf di otak.
Hal tersebut dapat mengganggu aliran sinyal saraf dari otak ke anggota tubuh.
Koordinasi dan pergerakan anggota tubuh merupakan proses kompleks yang
melibatkan berbagai saraf dan bagian otak. Jika terdapat gangguan pada salah
satu saraf atau bagian otak, dapat terjadi dyspraxia.
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
dyspraxia, yaitu:
- Lahir prematur, yaitu lahir sebelum
mencapai usia kehamilan 37 minggu
- Lahir dengan berat badan
lahir rendah (BBLR)
- Memiliki anggota keluarga
yang menderita dyspraxia atau gangguan koordinasi
- Lahir dari ibu yang merokok,
mengonsumsi alkohol, atau menggunakan narkoba selama hamil
Gejala Dyspraxia
Dyspraxia ditandai dengan keterlambatan perkembangan motorik dan
gangguan koordinasi. Gejala dan keluhan yang dialami
penderita dyspraxia bisa berbeda-beda pada tiap penderita.
Bayi dengan dyspraxia mengalami keterlambatan untuk mencapai satu titik
perkembangan yang seharusnya sudah dicapai oleh bayi seusianya. Beberapa contoh
gejala dyspraxia yang bisa terlihat pada bayi adalah:
- Terlambat duduk, merangkak,
berdiri, atau berjalan
- Mengalami kesulitan untuk
melakukan gerakan yang membutuhkan koordinasi, seperti menyusun balok atau
menggapai benda
Pada usia sekolah, anak yang mengalami dyspraxia sering kali tidak mampu
menyelesaikan tugas sekolah, tampak malas, dan ceroboh. Secara umum, gejala
dyspraxia yang bisa terlihat pada anak-anak adalah:
- Ceroboh, seperti sering
terbentur atau menjatuhkan barang
- Sulit berkonsentrasi,
mengikuti instruksi, dan memahami informasi
- Sulit mengatur diri sendiri
dan menyelesaikan tugas
- Sulit atau lamban untuk
mempelajari hal baru
- Sulit mendapatkan teman baru
- Terlihat malas belajar
- Sulit atau lamban untuk
berpakaian atau mengikat tali sepatu
Dyspraxia juga bisa berlanjut sampai remaja dan dewasa. Gejala dyspraxia
yang dapat terlihat di usia ini adalah kikuk, ceroboh, tidak pandai bergaul,
sulit melakukan kegiatan olahraga dan seni, serta kurang percaya diri.
Kapan harus ke dokter
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika anak Anda mengalami
keluhan atau gejala seperti yang telah disebutkan di atas. Anda juga perlu
membawa anak ke dokter jika melihat adanya gangguan atau keterlambatan dalam
tumbuh kembangnya.
Pemeriksaan dan penanganan sejak dini diperlukan agar anak bisa mengejar
ketertinggalannya, serta untuk mencegah munculnya komplikasi di kemudian hari.
Diagnosis Dyspraxia
Untuk mendiagnosis dyspraxia, dokter akan melakukan tanya jawab dengan
orang tua mengenai keluhan atau gejala yang dialami oleh anak, riwayat
kehamilan, persalinan, tumbuh kembang, serta riwayat kesehatan anak dan
keluarga.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan antropometri untuk
menilai pertumbuhan anak. Dokter juga akan menilai perkembangan anak, misalnya
dengan Denver scoring. Untuk menilai perkembangan anak, dokter
mungkin akan meminta anak untuk menulis, menggambar, melompat, menyusun balok,
menggengam, atau melakukan gerakan sederhana lainnya.
Perlu diingat bahwa tidak semua anak yang terlihat ceroboh atau lamban
pasti menderita dyspraxia. Seorang anak dikatakan mengalami dyspraxia bila ia
memiliki kemampuan gerak dan koordinasi yang jauh di bawah rata-rata anak
seusianya, dan keterlambatan ini menyebabkan gangguan pada aktivitasnya.
Diagnosis dapat mengarah pada dyspraxia jika gejala-gejala di atas
muncul sejak masa kanak-kanak dan tidak terdeteksi adanya kondisi lain yang
menyebabkan timbulnya gejala tersebut.
Pengobatan Dyspraxia
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan dyspraxia.
Pada beberapa penderita dyspraxia, terutama yang gejalanya ringan, gangguan ini
bisa membaik seiring pertambahan usia.
Dokter akan menganjurkan orang tua dan keluarga untuk rutin memberikan
stimulasi kepada anak dengan dyspraxia. Orang-orang yang ada di sekitar anak,
termasuk guru dan pengasuh, juga perlu diberi tahu dan diberikan pengertian
mengenai kondisi ini. Tujuannya adalah untuk mencegah stigma atau anggapan
buruk yang dapat memperparah kondisi anak.
Dukungan dari orang tua dan orang-orang sekitar sangat penting untuk
membantu anak dengan dyspraxia mengejar keterlambatan dan mengatasi hambatan
yang dialaminya.
Selain itu, ada beberapa terapi yang bisa diberikan oleh dokter untuk
membantu penderita dyspraxia, yaitu:
- Terapi okupasi, untuk mengajarkan
cara-cara yang praktis dalam melakukan rutinitas sehari-hari
- Fisioterapi atau terapi fisik,
untuk meningkatkan kemampuan motorik
- Cognitive behavioural
therapy (CBT),
untuk mengubah pola pikir penderita terhadap keterbatasannya, sehingga
perilaku dan perasaan penderita menjadi lebih baik
Komplikasi Dyspraxia
Keterlambatan perkembangan dan gangguan koordinasi yang tidak ditangani
dengan baik bisa menyebabkan penderita dyspraxia mengalami beberapa kondisi
berikut:
- Sulit untuk bersosialisasi
- Mengalami perundungan
- Menderita gangguan perilaku
- Tidak percaya diri
Sementara pada usia dewasa, dyspraxia dapat menyebabkan penderitanya
memiliki emosi yang meledak-ledak, fobia,
atau perilaku obsesif kompulsif.
Selain itu, ada juga beberapa kondisi yang sering dikaitkan atau muncul
bersamaan dengan dyspraxia, yaitu ADHD, disleksia, autisme,
atau apraxia bahasa.
Pencegahan Dyspraxia
Karena penyebab dyspraxia belum diketahui, belum ada cara yang pasti
untuk mencegah kondisi ini. Namun, untuk menurunkan risiko terjadinya gangguan
perkembangan pada anak, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh ibu selama
kehamilan, yaitu:
- Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang
- Menghindari paparan
asap rokok
- Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
- Tidak sembarangan
mengonsumsi obat-obatan
- Menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk
memantau kondisi janin
Post A Comment:
0 comments: